Jumat, 16 April 2010

sabda pandita ratu

Dalam dunia orang Jawa kita
mengenal adanya ungkapan
etika yang berbunyi "Sabda pandhita
ratu, tan kena wola
- wali" dan "Berbudi Bawalaksana".
Dalam pengartian
bebas ungkapan Sabda pandhita
ratu tan kena wola - wali
dapat diartikan ucapan pendeta/raja,
tidak boleh diulang dan
berbudi bawalaksana dapat berarti
mempunyai sifat teguh
memegang janji, setia pada janji
atau secara harafiah
bawalaksana dapat juga diartikan
satunya kata dan
perbuatan.
Dua ungkapan luhur, yang
mengingatkan kepada setiap
orang akan pentingnya Kesetiaan.
Setia dengan apa yang
telah dipilih, setia dengan apa yang
diucapkan, dan dijanjikan
seberapapun berat resiko
yang harus ditanggung oleh pilihan
itu.
Dalam dunia pewayangan ada
cukup banyak kisah yang
melukiskan sikap tersebut. Salah
satu contohnya adalah kisah saat
prabu Dasarata akan mewariskan
tahta kerajaan kepada
keturunannya. Di ceritera prabu
Dasarata mempunyai empat orang
anak yaitu Rama,
Bharata, Laksamana dan Satrugna.
Dari keempat saudaranya, Rama
adalah anak tertua
yang dilahirkan oleh istri
pertamanya yang bernama dewi
Ragu atau dewi Sukasalya,
paling pandai dan bijaksana juga
berpengalaman. Maka sudah wajar
jika kemudian prabu
Dasarata meletakkan harapan,
anaknya tertua tersebut kelak yang
akan melanjutkan
tahtanya. Namun ternyata ada satu
hal penting yang telah dilupakan
oleh prabu Dasarata
bahwa ia pernah berjanji kepada
istrinya yang lain yaitu dewi Kekeyi,
bahwa dari
keturunannyalah kelak tahta akan
diwariskan. Diceritakan saat prabu
Dasarata diingatkan
oleh dewi Kekeyi menjadi sangat
sedihlah hantinya. Hatinya hancur
lebur oleh kesedihan.
Sebagai raja yang besar, ia tahu
tidak boleh mengingkari apa yang
telah diucapkan/
dijanjikan pada masa lalu. Tidak
boleh! Betapapun beratnya. Maka
dengan segala
kesedihannya ia menyerahkan tahta
kerajaan Ayodya kepada Bharata
kemudian ia
meninggal dalam kesedihannya itu.
Selain kisah prabu Dasarata ada
kisah - kisah lain yang
menggambarkan situasi sulit oleh
pilihan sikap tan keno wola - wali
dan bawalaksana. Misalnya kisah
prabu Sentanu Raja
muda dari Astina yang memperistri
seorang bidadari yaitu Dewi
Gangga. Dewi Gangga
bersedia menjadi istrinya dengan
syarat prabu Sentanu tidak boleh
mencampuri, apalagi
mencegahnya apapun yang dia
lakukan. Oleh karena keterikatan
pada janji maka saat
anaknya yang baru lahir dibuang
selalu dibuang ke sungai Gangga,
prabu Sentanu tidak
dapat berbuat apa - apa. Ada
banyak kisah lain misal Adipati
Karno yang tetap membela
Kurawa saat perang Baratayuda,
walaupun ia tahu kurawa salah dan
pandawa adalah adik
tirinya. Karna terikat janji dengan
Duryudana bahwa ia akan selalu
membelanya. Dan
masih banyak kisah lainnya.
Ucapan atau janji memang berat.
Maka setiap orang dituntut untuk
selalu memikirkan
secara jernih dan bijak apapun dan
dalam situasi apapun sehingga
setiap ucapan yang
keluar dari mulut kita bijak pula. Ada
ungkapan lain berbunyi "Orang
yang dipegang
adalah ucapannya". Artinya jelas,
salah satu hal yang paling berharga
dalam diri seseorang
adalah ucapan. Seberharga apakah
kita tergantung sejauh mana setiap
ucapan yang keluar
dari mulut kita menjadi kebenaran.
Inilah sikap tan kena wola - wali dan
bawalaksana.
Satunya kata dan perbuatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar