Jumat, 16 April 2010

hakikat zuhud

Suatu ketika di pinggir kota Basrah
Irak, tersiar kabar ada orang yang
meninggal dunia. Dia orang tidak
terkenal, tidak berpangkat,
kekayaannya tidak seberapa dan
secara umum semuanya tampak
biasa saja. Yang tidak biasa
barangkali karena dia suka mabuk-
mabukan. Kebiasaan buruknya ini
konon membuat orang-orang
kampung begitu membenci
perilakunya yang diharamkan
agama ini.
Tersiarnya kabar tewasnya sang
pemabuk ini disambut dengan
suka cita banyak orang. Yang
sedih mungkin cuma isteri, anak-
anak dan mungkin anjing
kesayangannya. Para tetangga dan
masyarakat sekitar tempat tinggal
bahkan enggan mengurus si
mayat karena diyakini dosanya
terlalu banyak semasa hidup.
Sambil berlinang air mata, si isteri
mengurus jenazah suaminya
seorang diri diaksikan anak-anak.
Sayang tubuh si isteri ini tidak kuat
mengangkat jenazah seorang diri
sehingga dia kemudian mengupah
orang lain untuk mengangkat dan
memidahkan jenazah ke masjid
untuk disholatkan.
Sayang, umat muslim tidak mau
melakukan sholat jenazah. Para
ustadz dan santri di sekitar masjid
yang biasanya mengaji pun tidak
tampak batang hidung mereka.
Akhirnya, dibawalah jenazah ke
pekuburan di padang pasir untuk
disemayamkan.
Singkatnya, orang yang dibayar
untuk menggotong jenazah sang
pemabuk ini pun hampir sampai di
pekuburan. Saat melewati sebuah
rumah yang berasal dari tanah
yang reyot di atas bukit kecil, tiba-
tiba terdengar teriakan lantang.
“ Berhentilah, saya akan
mensholatkannya…” Para
penggotong jenazah pun berhenti
dan keluarlah seorang tua renta.
Orang tua ini dikenal masyarakat
sebagai orang yang zuhud (orang
yang sudah meninggalkan urusan
dunia untuk selalu
menomorsatukan urusan akhirat
red.)
Orang-orang kota yang sejak tadi
menyaksikan dari jauh kaget
penggotongan jenazah heran
dengan teriakan si zuhud nyeleneh
ini. Masyarakat bertanya pada si
zuhud, apa yang mendorongnya
untuk bersedia mensholatkan
jenazah si pemabuk?
“ Saya bermimpi bertemu
seseorang. Orang ini berkata,
turunlah dari bukit dan engkau
akan menemukan jenazah seorang
laki-laki yang sedang ditunggui
isterinya. Sholatkan dia karena
dosa-dosanya sudah diampuni ”
kata si zuhud.
Orang-orang yang selama ini
menganggap si zuhud adalah
tokoh yang patut diteladani dalam
hal kedalaman ilmu tasawuf,
kagum dengan penjelasannya.
Mereka kemudian bersama-sama
mensholatkan jenazah si pemabuk
dan memakamkannya dengan
baik sebagaimana saudara-saudara
sesama muslim lain yang
meninggal dunia.
Orang-orang penasaran namun
saat akan bertanya mereka
sungkan karena takut
menyinggung perasaan si isteri.
Hanya si zuhud yang berani
bertanya pada si isteri, “apakah
yang menyebabkan dosa-dosanya
diampuni oleh Allah SWT padahal
dia suka mabuk-mabukan dan
sering melakukan perbuatan yang
melanggar syariat agama? “
Si isteri mengaku tidak tahu. Dia
kemudian menjelaskan bahwa
almarhum semasa hidup memang
suka menghabiskan hari-hari di
tempat maksiat dan menenggak
minuman keras. “Pasti ada amalan
kebaikan lain yang membuat dosa-
dosanya diampuni Allah SWT.
Coba Anda jelaskan apa amalan
yang baik yang dilakukannya ?”
tanya si zuhud.
Isteri pemabuk mengatakan
bahwa ada tiga hal yang selalu
dilakukan suaminya saat hidup:
“ Pertama, jika ia sadar dari
mabuknya saat subuh maka ia
bersuci dan lekas mengganti
pakaiannya dan kemudian sholat
berjamaan. Kedua, rumah kami
selalu dihuni anak yatim yang kami
perlakukan sebagaimana anak
kami sendiri. Dan ketiga, kalau
sadar dari mabuk tengah malam
maka ia selalu mengatakan dalam
doanya … Tuhanku, di sudut
neraka manakah Engkau
tempatkan aku, manusia yang
selalu berbuat keburukan ini.. ”
Setelah mendengar apa yang
disampaikan isteri pemabuk ini,
masyarakat pun tahu apa yang
menyebabkan dosa-dosa si
“ drunken master” ini diampuni
oleh Tuhan.
Kisah yang dipaparkan Imam Al
Ghazali dalam buku “Mukasyafah al
Qulub, al Muqarrib ila Hadrah
Allam al Ghuyub fi Ilm at
Tashawwuf ” di atas mengingatkan
kita akan bagaimana seharusnya
menjalani laku hidup. Sebagai
manusia kita tidak pernah lepas
dari kesalahan dan dosa-dosa.
Dosa kadang besar namun kadang
dosa kecil. Namun dosa tetaplah
dosa. Dosa kecil yang bertumpuk
tetap akan menjadi dosa besar
sehingga perlu diimbangi dengan
upaya untuk selalu mensucikan diri
dengan niat untuk bertobat.
Bagi saya yang menarik adalah
doa sang pemabuk yaitu…
“Tuhanku, di sudut neraka
manakah Engkau tempatkan aku,
manusia yang selalu berbuat
keburukan ini ?”
Ini adalah bentuk sikap rendah hati
di hadapan Gusti Allah dan sebuah
sikap anti kesombongan diri. Ego
atau aku kita kita tiadakan tanpa
bekas di hadapan-NYA. Kita tidak
lagi memiliki “aku” lagi. Yang
berhak untuk mengAKU memang
hanya DIA, Gusti Allah Yang Maha
Perkasa. Sementara kita? Rasa-
rasanya menciptakan sebutir
nyamuk saja tidak bisa kok
mengaku hebat dan sakti …
Sikap rendah hati ini termasuk
dalam sikap zuhud yang luar
biasa. Zuhud harusnya menjadi
laku perjalanan spiritual kita untuk
selalu menomorsatukan Allah
SWT di atas semua kepentingan
yang lain. Allah SWT adalah satu-
satunya titik pusat konsentrasi
kesadaran jiwa dan ruhani kita.
Tidak boleh ada titik konsentrasi
kesadaran yang lain melebihi
konsentrasi kita kepada Allah SWT.
Diriwayatkan oleh Adh Dhardak,
suatu ketika seorang pria datang
kepada Nabi Muhammad SAW,
“ Ya Rasulullah, bagaimanakan
orang yang disebut paling zuhud
itu ?”
Rasulullah menjawab: “Orang
yang tidak pernah lupa akan kubur
dan bencananya, meninggalkan
perhiasan dunia, mengutamakan
kehidupan yang kekal (KEHIDUPAN
BERSAMA ALLAH SWT red.)
daripada kehidupan yang fana dan
ia tidak melewati hari-harinya
kecuali bersiap-siap menjadi
penghuni kubur ”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar